Tuesday, January 21, 2020

Berinvestasi Saham, Mempersiapkan Hari Tua

Ditulis untuk dilombakan dalam Kisah Inspiratif MOST  (Mandiri Sekuritas) Award 2019

Pada bulan Oktober 2017, saat hendak menulis sebuah novel baru, saya menonton film The Wolf of Wall Street (Martin Scorsese, 2013). Film itu membuat saya terkesima. Dunia saham ternyata sangat menarik dan penuh tantangan. Saya pun mencari-cari beberapa film lain tentang saham, sempat menonton Wall Street (Oliver Stone, 1987), Wall Street: Money Never Sleeps (Oliver Stone, 2010), dan beberapa film lainnya.

Film-film itu membuat saya ingin menulis sebuah novel tentang pialang saham. Sebelum Oktober 2017 saya menulis beberapa novel, selain bekerja sebagai guru di sekolah swasta. Ketika hendak menulis novel baru, saya pun mencari-cari informasi tentang kehidupan dan pekerjaan pialang saham. Sampai suatu waktu, pada akhir tahun 2017, saya mampir ke kantor Mandiri Sekuritas di Jalan I Gusti Ngurah Rai, Pontianak.

Di kantor itu, alih-alih bertanya dan mencaritahu lebih banyak soal kehidupan dan pekerjaan pialang saham, saya malah keasyikan mengobrol dengan petugas di sana tentang dunia saham. Dari obrolan itu pun saya diberitahu, akan ada seminar saham gratis yang diadakan di kantor itu pada hari Sabtu, 6 Januari 2018. Di acara itu ada dua pemateri yang menyampaikan tentang analisis teknikal, analisis fundamental, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan saham.

Setelah mengikuti seminar itu, saya pun membuka rekening sekuritas saya di Mandiri Sekuritas. Saham ANTM (Aneka Tambang Tbk) dan BBRI (Bank Rakyat Indonesia Tbk) adalah dua saham pertama yang saya beli. Waktu terus berjalan, saya memperjualbelikan saham-saham lain seperti ESSA (Surya Esa Perkasa Tbk), ADRO (Adaro Energi Tbk), JPFA (Japfa Comfeed Tbk), BMRI (Bank Mandiri Tbk), dan masih banyak yang lainnya.

Pada beberapa bulan pertama berinvestasi saham, saya suka melakukan trading secara cepat, bahkan beberapa kali membeli dan menjual saham di hari yang sama, biasanya disebut scalping. Beberapa kali saya beruntung, dan beberapa kali saya merugi.

Kira-kira pada akhir tahun 2018, saya mulai mengubah gaya saya dalam bertransaksi saham karena tidak bisa memantau pasar dan pergerakan harga saham terlalu sering. Saya memutuskan melakukan swing trading, yaitu memperjualbelikan saham dalam waktu yang agak panjang, bisa dalam beberapa minggu atau bulan.

Mulai akhir tahun 2018 saya juga lebih konsisten menyetor uang ke rekening sekuritas saya. Saya mengoleksi tiga hingga lima saham selama kurun waktu tertentu. Uang yang saya setor ke rekening sekuritas itu saya belikan saham-saham yang saya koleksi itu. Syarat utama saham yang saya koleksi adalah berfundamental bagus, dalam arti reputasinya baik, dikenal luas, dan laporan keuangannya menunjukkan pertumbuhan usaha. Bila saham yang saya koleksi ada yang naik cukup banyak, saham itu pun saya jual. Setelah saya jual, uangnya saya belikan saham lain yang harganya sedang turun.

Saya bersyukur mengenal saham pada saat masih bekerja. Penghasilan saya sebagai penulis (royalti buku dan honor menulis artikel) dan guru (gaji) bisa saya sisihkan untuk terus mengoleksi saham-saham pilihan. Ada orang yang mengatakan bahwa investasi membuat orang malas, karena yang dilakukan orang itu hanya menunggu datangnya keuntungan. Saya sebaliknya: saham membuat saya bekerja lebih giat. Semakin giat saya bekerja, maka akan semakin besar penghasilan saya, dan dari penghasilan itu makin besar juga uang yang bisa saya investasikan di saham.

Mungkin, saya akan menjadi malas (baca: tidak lagi bekerja) kalau keuntungan yang saya peroleh dari investasi saya sudah cukup untuk membiayai kebutuhan hidup saya, tanpa harus bekerja. Beberapa orang menyebut keadaan itu sebagai kebebasan finansial. Bagi saya, untuk sampai pada titik itu, waktunya masih lama. Mungkin akan saya raih sepuluh tahun lagi, dua puluh tahun lagi—siapa yang tahu?

Capital gain dan dividen (dua manfaat atau keuntungan berinvestasi di saham) yang saya peroleh dari investasi saham hampir semuanya saya belikan saham lagi. Bila ada keperluan yang sangat mendesak barulah saya ambil. Pernah juga saya mengambil capital gain untuk membiayai perkuliahan magister saya. Syukurlah, saya sudah lulus pada Agustus 2019 lalu. Tujuan utama saya dari berinvestasi saham adalah mempersiapkan hari tua. Syukur-syukur kalau nantinya hasil investasi itu bisa juga digunakan untuk hal-hal tak terduga di masa mendatang yang bermanfaat bagi kehidupan saya atau orang lain yang membutuhkan.

Sebagai guru, saya pun kadang mendorong anak-anak murid saya berinvestasi. Bagi saya, anak yang memahami investasi akan jadi terbiasa menabung bila diberi uang, karena ia berharap apa yang dia tabung dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan di kemudian hari. Bila nanti anak itu sudah bekerja atau membuka usaha, menabung dan berinvestasi akan menjadi prioritasnya setelah menerima gaji atau memperoleh penghasilan, tak menghabiskan semuanya.

Kesadaran berinvestasi juga membuat anak lebih visioner, memikirkan hari depan. Hidupnya pun sederhana karena anak-anak yang melek investasi akan memikirkan fungsi ketimbang gengsi dalam memperoleh atau memiliki barang-barang konsumsi yang nilainya selalu menurun, seperti mobil atau beragam gadget.

Itulah beberapa manfaat positif dari berinvestasi yang sering saya sampaikan. Kalau direnungkan, itu semua juga berhubungan dengan pembentukan karakter anak, mereka menjadi lebih cerdas dan bijak dalam menggunakan uang. Bukankah kurikulum pendidikan kita juga berorientasi pada ‘pembentukan karakter’?

Sebelum anak atau murid melek investasi, guru perlu memulainya terlebih dahulu. Ke depan, guru yang melek investasi akan melahirkan generasi yang lebih siap menghadapi berbagai tantangan dan perubahan zaman. Pelajaran berinvestasi tidak diajarkan di sekolah-sekolah, guru yang memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang investasi saya kira dapat menularkannya.

Demikianlah kisah sekaligus harapan-harapan saya di dunia saham. Tentu pembaca masih ingat, saya ‘kecemplung’ di dunia saham gara-gara hendak menulis novel tentang pialang saham. Mungkin ada yang bertanya-tanya, apakah novel itu akhirnya jadi saya tulis? Sayangnya, sampai sekarang masih tertunda. Saya keasyikan belajar tentang saham setelah memiliki rekening sekuritas, lalai menulis novel. Semoga, dalam waktu dekat, novel itu bisa mulai saya tulis.

Sidik Nugroho
Pontianak, 5-6 Desember 2019